Minggu, 28 Desember 2014

Filled Under:

Apa yang Menghalangi Kita untuk Menyayangi Anak-Anak TPA?

Bismillah, ini mungkin  adalah catatan pertama saya di fb. Catatan ini saya rasa penting bagi ikhwan-ikhwan takmir khususnya dan non takmir umumnya dalam rangka saling tanashuhdi antara kita. Terlebih bagi ikhwan yang sudah mulai jenuh dengan profesinya sebagai takmir. Semoga ini dapat memberi kebaikan bagi kita semua.Kita tahu ya ikhwan, menjadi takmir memang bukan pekerjaan mudah. Selain kita adalah orang asing, tentunya kita juga membawa dakwah salaf. Itulah yang membuat kita terkadang salah tingkah dan selektif dalam bergaul dengan masyarakat. Terkadang ada masyarakat ada yang mengajak kita untuk ikut acara-acara yang tidak sejalan dengan prinsip kita sebagai salafi, sehingga disinilah kita diuji untuk menolak dengan halus dengan tetap memohon petunjuk bagi mereka. Itu hanya salah satu bumbu dari banyak bumbu penyedap rasa dalam ketakmiran kita. Akan tetapi ada sebuah mutiara berharga yang terpendam yang perlu kita poles dan kita bersihkan. Mereka adalah anak-anak TPA.
Tentu saat kita awal pertama kali mengajar mereka, rasa jengkel dan kesal kadang muncul dalam diri kita. Apalagi kalau bukan kenakalan mereka. Itulah yang saya rasakan tatkala pertama kali mengajar mereka. Lari-lari, menendang-nendang, bikin keributan menghiasi hari-hari TPA. Tapi ya ikhwan, lambat laun rasa kesal itu perlahan berubah menjadi rasa cinta dan sayang terhadap mereka.
Suatu ketika, tatkala saya mengajar menerangkan tentang tidak bolehnya pacaran -materi ini harus disampaikan ya ikhwan karena banyak anak kecil sekarang sudah dewasa sebelum waktunya-, nonton sinetron dewasa, dan lain-lain (termasuk fesbukan), saya menanyai satu per satu santri saya tentang pacaran untuk mengetahui seberapa jauh mereka memahami tentang pacaran, dan subhanallah dari jawaban mereka banyak yang sudah bisa dianggap dewasa. Tapi, tiba-tiba seorang anak perempuan berkata -kurang lebih-
“Mas, saya sudah janji sama ibu saya kalau saya tidak akan pernah pacaran”.
Dada saya berdegup mendengar jawaban itu. Jawaban itu bukan lagi jawaban anak-anak atau orang dewasa, tapi sebuah jawaban yang mengandung prinsip dia menapaki kehidupan. Alhamdulillah.
Pada hari lainnya, ketika pelajaran belum mulai dan anak-anak masih bergerombol di tangga, kebetulan mereka sedang bercerita satu dengan lainnya. Mereka bercerita tentang sekolah mereka.
Sampai di tengah pembicaraan, ada pertanyaan, “Kenapa kamu nggak sekolah di SDIT “X”(saya lupa namanya)?” Anak itu menjawab “Nggak mau ah, itu kan sekolahnya orang PKS”
Dada saya berdegup lagi. Masya Allah, sekecil itu sudah mendapat kebaikan yang banyak, bandingkan dengan kita dulu kecil ya ikhwan! Di antara kita ada yang masih suka usil mencuri mangga tetangga, ngaji pun asal-asalan. Alih-alih berjanji pada orang tua kalau tidak mau pacaran, mereka malah sering kita buat kesal atas kenakalan kita.
Peristiwa lainnya terjadi belum lama. Suatu ketika, saya membuat permainan untuk membuat anak-anak tidak bosan. Saya bingung hendak main apa yang belum pernah mereka rasakan. Tiba-tiba saya ingat suatu permainan waktu kecil dimana guru saya menggambar ikan besar di papan tulis tanpa mata. Lalu satu persatu murid maju dengan ditutup mata sembari membawa spidol untuk membuat titik mata di ikan tersebut pada posisi yang tepat. Permainan itu saya coba.
Tiba-tiba anak-anak yang perempuan kompak berteriak “Mas, kok nggambar yang ada matanya sih? Kan nggak boleh. nanti di akhirat disuruh hidupin lo”.
Antum tahu perasaan saya waktu itu? Malu!! Malu sekali ya ikhwan! Ingin rasanya nangis. Anak-anak sekecil itu -meskipun saya tahu buku mereka gambar makhluk hidupnya juga banyak- sudah tahu kalau menggambar seperti itu sudah termasuk dosa besar. Masya Allah, mereka sudah tahu banyak kebaikan. Itu hanya sekelumit cerita ya ikhwan.
Saya tidak akan sekaget itu kalau yang saya ajar anak-anak pondok salafi. Tapi ini anak-anak masyarakat awwam. Mereka pagi juga sekolah SD, sore kalau nggak ada TPA juga bermain seperti anak -anak seusia mereka. Kadang juga mereka nakal dan sering bertengkar. Orang tua mereka juga orang tua awwam, ada yang bekerja sebagai pegawai, pedagang, dan lain-lain.
Itu yang membuat saya kagum. Bandingkan kita waktu kecil, saya saja mulai menghafal surat-surat pendek pada pertengahan SMP. Sedangkan ada santri saya masih kelas 4 SD sudah hafal surat Al Lail -meskipun masih terkadang lupa-. Adakah waktu kecil kita berbuka puasa dengan doa Dzahabazh zhama’u…dst?
Mereka sudah hafal di luar kepala ya ikhwan. Adakah waktu kecil kalau kita sudah selesai ngaji membaca doa kafaratul majlis? Santri-santri saya sudah hafal luar kepala.
Inilah mungkin barakah dakwah takmir-takmir pendahulu kita, yang mendidik mereka dengan rasa sabar dan kasih sayang. Mengenalkan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan semaksimal mereka. Kita hanya meneruskan langkah mereka. Anak-anak sudah terpoles dengan cantik, tugas kita adalah mempercantik keindahan yang ada pada mereka. Mungkin akan lebih susah kalau anak-anak belum kenal sama sekali dengan ajaran Nabi yang benar. Jangan sampai anak-anak yang sudah berhasrat cantik justru kita lemparkan ke comberan karena ‘galaknya’ kita, kasarnya kita, atau lainnya.
Beberapa anak juga kadang mengeluh kepada saya karena saya terkadang galak, tidak pernah senyum, nagih janji yang tidak saya penuhi. Poin terakhir ini sering saya lakukan. Anak-anak sering meminta sesuatu sama saya lalu dengan asal saya bilang ‘Ya’ karena sedang sibuk atau selainnya,dan itu berulang-ulang.
Ternyata hal itu menjadi kebencian tersendiri anak-anak pada saya. Benarlah sabda nabi kalau kedustaan pada anak kecil meskipun niatnya hanya main-main atau bercanda tetap dicatat sebagai satu kedustaan.
Intinya, saya hanya mengingatkan -meskipun kapasitas saya tidaklah bisa menyamai ikhwan semua dalam nasehat dan juga yang perlu diingatkan adalah saya sendiri- agar kita bersikap rahmat pada anak-anak, sayang pada mereka.
Mungkin hasil dari didikan kita tidak bisa kita lihat sekarang, mungkin Allah menakdirkan suatu saat di antara mereka ada sosok-sosok pembela sunnah dan penggennggam bara api -insya Allah-.
Janganlah kita galak terhadap mereka meskipun mereka sangat menjengkelkan buat kita. Mari kita berlatih untuk menjadi pengajar TPA yang dicintai oleh anak-anak. Mumpung sebentar lagi Ramadhan, banyak anak berkumpul. Yang tidak pernah kelihatan TPA akan jadi kelihatan, yang sudah kelihatan akan semakin antusias mengikuti ramadhan. Percayalah, nakalnya mereka, ributnya mereka, lucunya mereka, bisa membuat beban pikiran kita agak sedikit berkurang.

0 komentar:

Posting Komentar

Periode @ 2014 - 2018 | LPPTKA BKPRMI NTB.

Design by: Team IT | No HP: 081917228418 |